Desa wisata Penglipuran Bali terletak
di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli dengan ketinggian 500-600
m di atas pemukaan laut dan 80292893 LS, 11503036 BT. Yang berjarak 5 Km arah
utara dari Kota Bangli dan 45 Km dari kota Denpasar. Luas Desa Penglipuran
adalah 112 Ha, 9 Ha digunakan sebagai pemukiman warga dan sisanya adalah hutan
dan tanah tegalan/ladang. Desa adat
Penglipuran merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Provins
Bali yang merupakan satu kesatuan tradisi dalam menata pergaulan hidup umat
Hindu secara turun-temurun yang memiliki wilayah desa tertentu. Kata Penglipuran berasal dari kata “penglipur”,
yang memiliki arti pelipur hati (penghibur hati). Nama ini diberikan
oleh Raja Bangli ketika mengungsi di desa ini bersama keluarga kerajaan dan
pengawalnya
Bahasa
yang digunakan di desa adat Penglipuran Bali adalah bahasa Bali. Bahasa Bali adalah sebuah bahasa
Austronesia dari cabang Sundik dan
lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan
di pulau Bali,
pulau Lombok
bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Masyarakat adat
Penglipuran Bali adalah masyarakat adat yang faham akan modernisasi. Walaupun
statusnya masyarakat adat namun masyarakat desa penglipuran Bali tidak menutup
diri terhadap modernisasi. Salah satunya adalah ada berbagai jenis
barang-barang modern yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalkan
motor, mesin cuci, televisi, dan lain-lain. Mata pencaharian di
desa adat Penglipuran Bali adalah heterogen, namun lebih dominan kepada
pertanian. Serta banyak para pemuda yang
mencari ilmu diluar daerah sehingga ada masyarakat yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil, bahkan para pemuda banyak yan bekerja di kapal pesiar.
Desa
adat Penglipuran ini dipimpin oleh seorang ketua adat atau biasa disebut Jero
Pendesa yang bernama I Wayan
Supat. Desa adat cenderung menutup diri
terhadap budaya luar, namun dalam hal pendidikan di desa adat Penglipuran banyak para pemuda yang mengenyam penddikan
bahkan sampai jenjang yang tinggi. Bahkan didepan pintu masuk desa Penglipuran
ada sebuah sekolah sejenis sekolah Taman Kanak-kanak atau PAUD. Hal itu
membuktikan bahwa di desa Penglipuran system pengetahuannya sudah maju.
Adapun
seni tari yang ada, yaitu tari pendet, tari rejang dan tari baris. Sebagian
besar masyarakat desa adat Penglipuran adalah beragama Hindu Di dalam Desa Penglipuran, ada
sebuah kaidah arsitektur yang disebut dengan nama awik-awik untuk
mengatur semua tata cara pembangunan. Dalam pembagian peruntukan lahan
(tata ruang), Desa Penglipuran menganut sistem Tri Mandala Dalam
masyarakat desa adat Penglipuran ada upacara adat diantaranya upacara
pernikahan dan ngaben.
Dalam desa
adat harus ada 4 unsur yg tidak boleh sembarangan membuat desa adat tapi harus memiliki 4
unsur yang harus dipenuhi yang biasa
disebut “catur kuta atau 4
unsur”:
1. Tuah atau masyarakat adat itu
harus memiliki keyakinan(unsur ketuhanan)
2. Datu
atau ratu tau pemimpin
3. Parimandala
atau memiliki wilayah/ wilayah kekuasaan/wilayah kerja
4. Memiliki
kraman atau warga
5. Harus
memiliki aturan adat(unsur tambahan)
Dalam
masyarakat adat di Bali tidak mengenal yang
namanya istilah Undang-Undang tapi disebut dengan istilah “Awig-awig”,yang
memiliki konsep “Tri Tika Karana”, yaitu sebuah konsep yg merupakan landasan
operasional landasan tujuan desa adat itu sendiri,. Tri artinya tiga, Tika artinya
harmonis/seimbang/aman/damai, karana artinya penyebab, penyebab keharmonisan,
keseimbangan, keamanan, kedamaian, kebahagiaan, kesejahteraan yang ingin
dicapai oleh komunitas adat itu sendiri tujuannya.
Tujuan
dibentuknya masyarakat adat untuk mencapai keluhuran budi yg ditopang oleh
kesejahteraan lahir dan batin. Jadi desa adat identic dengan kedamaian. Target
yang paling ideal itu seimbang, maksudnya ada kiri dan kanan. Konsep yang
diinginkan orang hindu adalah keseimbangan atau keharmonisan. Pembagian awig-awig
atau Tri Tika Karana akan dibagi tiga bagian:
1. Sukerta
tata parahyangan, hubungan manusia yang harmonis secara vertikal dengan
Tuhannya.
Konsep
ketuhanan, ddibangun tempaat suci, apa yang dipersembahkan dll. Orang hindu
meyakini adanya satu Tuhan. Dewa berbeda
dengan Tuhan, kalau dewa merupakan manifestasinya,da dewa Brahmana, Wisnu,
Siwa, sanghara, dll. Dewa Brahma merupakan manifestasi Tuhan sebagai Pencipta,
wisnu manifestasi Tuhan sebagi Pelindung, Siwa manifestasi Tuhan sebagai Pelabur.
Dalam masyarakat adat ada semboyan Bhineka tunggal ika Tanghana Darma Mangruah,
oleh masyarakat adat diadopsi untuk mnyatukan persatuan-persatuan anatr umat
hindu itu sendiri.
Di
Hindu sudah mengenal pancasila sejak abad ke-12 pada kitab sutasoma karangan
mpu tantular, disitu disebutkan pancasila karma, panca adalah lima, sila adalah
dasar dan karma adalah hubungan yang harmonis
Tuhan
orang hindu disebut sanghyang widi, Pita karma, dengan leluhur, Buta karma,
keharmonisan dengan alam lingkungan, Manusia karma, hubungn harmonis dengan
manusia, Negara karma, hubungan harmonis dengan Negara.
2. Pawongan,
kehidupan harmonis yang horizontal antara manusia dengan manusia. Dalam konsep
ini ada istilah yang disebut Adagium
Tatwamasi, yaitu saya adalah anda dan
anda adalah saya. Artinya kita harus saling merasakan, kalau kita menyakiti
seseorang dia akan sakit dan bila orang lain menyakiti kita, kita akan saakit
juga. Jadi haruslah saling menghormati dan menghargai. Contoh masyarakat Hindu
cenderung makan daging babi, ketika ada pesta selalu disediakan daging selain
daging babi yang disebut hidangan selam, maksudnya hidangan untuk kaum muslim. Dalam
cara masaknya pun dibedakan. Dalam konsepnya juga golongan minoritas
didahulukan.
System
kekeluargaannya menggunakan patrilineal atau kebapak-an atau garis laki-laki
atau kepursa, namun nati wanita bisa berstatus laki-laki,artinya yang menikah harus ikut suami jangan suami
ikut istri. Tapi bila dalam keluarga tidak ada laki-laki disinilah akan terjadi
sebuah perkecualian yang akan menyebabkan salah satu dari keluarganya
distatuskan atau diputrika atau senyana rajeg namanya. Maka dalam perkawinan
innilah si laki-laki yang ikut istri tetapi statusnya terbalik, yang perempuan
berstatus laki-laki dan yang laki-laki berstatus istri.
Di
desa Penglipuran tidak boleh memiliki istri lebih dari satu, yang merupakan
aturan adat yang sudah berlaku sekitar 700-an tahun. Karena umur desa sudah
700-an tahun. Orang penglipuran sudah memberikan proteksi kepada kaaum wanita
agar tidak dimadu. Aturan ini disediakan fasilitas. Ada sebuah pekarangan
namanya Karang memadu, yaitu tempat
lokalisir yang gunanya untuk
meenempatkan orang yang berpoligami. Yang mana akan dihukum dengan istri
mudanya. Lokasinya disebelah geger Barat desa. Walaupun disediakan fasilitas
namun sampai saat ini belum ada yang mau menempati pekarangan tersebut karena
sanksinya yang berat. Dan kesakralan perkawinannya tidak akan disahkan di desa
ini, secara adat perkawinan itu tidak akan diproses.
Bentuk
perkawinan sercara umum ada 2:
1. Perkawinan
biasa, istri ikut suami
2. Perkawinan
yang tidak biasa, suami ikut istri
3. Perkawinaan
padegelahan artinya sama-sama memiliki
Jenis-jenis
pernikahan di desa adat:
1. Meminang
atau dalam bahasa Balinya adalah Memadik
2. Kawin
lari atau lari bersama karena biasanya disebabkan oleh tidak adanya persetujuan
dari beberapa pihak
3. Perkawinan
Mleugandaan atau pemerkosaan atau menculik, hal ini dilkukan pada zaman dulu,
seperti yang dilakukan raja.
Organisasi
utama at organisasi kelompok penabuh, penari, kelompok jurumasak,
keamanan/pecalang dan Seke Taruna atau muda-mudi. Ada konsep “Sesane Mandut
Linggih, Linggih Manut Sesane”, yang artinya apabila ada masyarakat dnas yang
masuk ke masyarakat adat artinya dia harus tunduk dan patuh kepada aturan adat
yang berlaku di desa adat tersebut.
Ngaben
di Bali identik dengan pembakaran mayat, namun bukan hanya pembakaran mayat.
Perlu diketahui bahwa ngaben adalah pelaksanaan ajaran agama hindu yang man
agama hindu memiliki 3 kerangka dasar:
1. Susila
2. etika/
cara
3. Ritual/
sesajen
Tujuan ngaben adalah kembali kepada asalnya. Pada
zaman majapahit ngaben dilakukan pada abad ke-16 di Bali . tujuan yang ke-2
adalah penyucian roh, bila roh yang tidak diabenkan ia akan mengitari mayatnya
dikuburan yang akan merusk keharmonisan tatanan misalnya dikeluarga dulu,
kemudian ke masyarakat. Mayat yang diabenkan disertai dengan penyembelihan sapi
karena diibaratkan sebagai sarana untuk menuju alam jiwa karena sapi merupakan
tunggangan dewa Siwa. Ada perbedaan mayat laki-laki dan wanita. Laki-laki
dikuburkn tengkurab atau telungkup. Jika wanita dikuburkan dengan terlentang.
Bangunan rumah di desa Penglipuran sangat
bergandengan. Setiap pintu masuk menuju ke pekarangan. Di Penglipuran hanya ada
kasta Sudhra.
Dokumentasi :
*)Tempat menyimpan buah-buahan
untuk
upacara saat ngaben/pernikahan
|
Anak-anak desa adat Penglipuran, Bali |
Halo. Salam kenal. Saya Ni Made Deni S R, mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang sedang melakukan penelitian di Desa Wisata Penglipuran. Saya ingin bertanya seputar kunjungan Anda ke desa tersebut. Apakah Anda bersedia menjadi responden saya? Terimakasih.
BalasHapusHalo, salam kenal juga. maaf baru sempat baca. kunjungan tsb sudah lama sekali, mungkin ada hal-hal yg saya lupa. tapi sebagian besar tulisan ini mencakup ttg desa Penglipuran Bali yg saya tau. Tp jika ada hal-hal utk keperluan penelitian yg sekiranya saya masih ingat silahkan hub.via email sinura.sinura@gmail.com
Hapus